Selasa, 08 Januari 2013

analisis butir soal


ANALISIS BUTIR SOAL


MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam



Dosen :
Dr. Supardi, Ph. D
Drs. H.M.A. Djazimi, M. Pd


 



                                                                             


Oleh:
IWAN RIDWAN, S. Pd. I
NIM: 1140101046



PROGRAM PASCASARJANA 
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
“SULTAN MAULANA HASANUDIN” BANTEN
TAHUN 2012 M / 1433 H




ANALISIS BUTIR SOAL
Oleh: Iwan Ridwan[1]

I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.[2]
 Untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa, kemudian pemerintah melaksanakan amanat undang-undang sisdiknas tersebut dengan kewenangannya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal sebagai wahana pembelajaran. Dalam lembaga-lembaga pendidikan itulah peserta didik diberikan berbagai ilmu pengetahuan dan dididik baik jasmani maupun rohaninya melalui sebuah proses pendidikan dan pembelajaran dengan waktu yang begitu amat panjang. Salah satu dari bagian proses pendidikan yaitu dengan adanya suatu kegiatan evaluasi.
Selanjutnya, kenapa harus ada evaluasi dalam pelaksanaan pendidikan? Saya berpendapat, evaluasi ini sangat penting sekali untuk dilaksanakan oleh tenaga pendidik, karena dapat dijadikan sebagai kegiatan pengendalian, penjaminan, penetapan mutu dan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik sebagai out put serta sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Adapun salah satu bentuk dari evaluasi di sekolah yaitu berupa tes, ulangan, atau ujian mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik. Tes atau ulangan ini juga untuk membantu dalam penjaminan mutu pendidikan itu sendiri. Hal ini selaras dengan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat 1 yang menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.[3]
Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan yaitu masih terdapatnya tenaga pendidik yang melalaikan tugas dan fungsinya, contohnya ada yang tidak menganalisis hasil ulangan bahkan belum pernah sama sekali, sedangkan bagi para pendidik yang selalu  menganalisis hasil ulangan juga suka menemukan bahwa tes yang direncanakan


[1] Mahasiswa Pascasarjana IAIN “SMH” Banten Semester Tiga Tahun 2012, Tinggal di Menes Pandeglang Banten.
[2] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2008) h. 114
[3] Ibid, h. 73

terkadang belum mampu mengakomodir tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan.
Oleh karena itu sebagai tenaga pendidik harus mengetahui dan memahami bagaimana agar tes yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, selain itu juga harus mampu mengaplikasikan bagaimana cara dan strategi dalam menganalisis butir-butir soal.
Berkaitan dengan apa yang telah saya kemukakan di atas, untuk itu saya akan membahasnya dalam sebuah makalah dengan judul analisis butir soal, dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai tenaga pendidik dan kependidikan serta stikholder lainya yang peduli dan konsen terhadap eksistensi pendidikan, sehingga dapat meningkatan kualitas anak bangsa di negeri ini.
A.    Rumusan Masalah
Dalam makalah ini saya akan membahas masalah-masalah sebagai berikut :
1.      Apa definisi analisis butir soal
2.      Bagaimana teknik analisis butir soal, mengenai:
a.       Taraf kesukaran soal
b.      Daya pembeda soal
c.       Fungsi distraktor (pengecoh) soal
B.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui definisi analisis butir soal
2.      Untuk mengetahui teknik analisis butir soal, mengenai:
a.       Taraf kesukaran soal
b.      Daya pembeda soal
c.       Fungsi distraktor (pengecoh) soal

I.       PEMBAHASAN

A.    Definisi Analisis Butir Soal
Kita telah ketahui bersama bahwa analisis butir soal merupakan salah satu bagian pembahasan dari evaluasi pendidikan. Oleh karena itu sebelum kita membahasnya lebih jauh, alangkah bijaknya bagi kita untuk sekedar mengingat kembali tentang makna evaluasi. Kata evaluasi menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu penilaian.[1]


[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) h. 272

Sedangkan evaluasi itu sendiri menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara adalah suatu proses menentukan nilai prestasi belajar pembelajaran dengan menggunakan patokan-patokan tertentu agar mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya.[1]
Kemudian makna analisis butir soal dapat kita telusuri sebagai berikut: secara bahasa analisis itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu Analysis yang berarti analisa, pemisahan atau pemeriksaan yang teliti. Dalam bahasa Indonesia analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya dan sebagainya).[2]
Analisis butir soal diartikan sebagai penyelidiakan atau penelitian terhadap suatu bagian dari keseluruhan sesuatu yang harus dijawab oleh peserta didik. Analisis soal digunakan untuk menilai tes yang telah dibuat baik oleh guru maupun tes standar yang dibuat oleh tim.[3]
Nana Sudjana mendefinisikan analisis butir soal atau analisis item yaitu pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.[4]
Dari beberapa definisi di atas dapat saya disimpulkan, bahwa analisis butir soal yaitu suatu proses yang dilakukan untuk menyelidiki,  menelititi dan mengkaji pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.

A.    Teknik Analisis Butir Soal
Analisis butir soal (item analysis) antara lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek.[5] Sehingga dapat diperoleh informasi tentang ketidak layakan sebuah soal sehingga ada “petunjuk” untuk mengadakan perbaikan.
Kita dapat menganalisis butir-butir soal hasil belajar peserta didik melalui tiga segi, yaitu: (1) segi derajat kesukaran soal, (2) segi pembeda soal, dan (3) segi fungsi distraktornya (pengecoh).[6]


[1] Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 142
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op Cit, h. 37
[3] Darwyan Syah dkk, Pengembangan Evaluasi Sistem Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Diadit Media, 2009) h. 147
[4] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h. 135
[5] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) h. 206-207
[6] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) h. 370

Dalam pembahasan ini saya ambil teori-teori dan pendapat-pendapat  yang di kemukakan para ahli di bidang evaluasi pendidikan. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan komparasi dengan teori-teori yang lainnya yang kebetulan belum tertulis dalam makalah ini, karena tidak menutup kemungkinan banyak teori-teori lainnya yang mengemukakan tentang analisis butir soal.
Pembahasan dari teori-teori tersebut di atas, yaitu sebagai berikut:
1.      Taraf kesukaran soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.[1] Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Seorang siswa akan menjadi hafal akan kebiasaan guru-gurunya dalam hal pembuatan soal ini. Misalnya saja guru A dalam memberikan ulangan soalnya mudah, sebaliknya guru B kalau memberikan ulangan soalnya sukar-sukar. Dengan pengetahuannya tentang kebiasaan ini, maka siswa akan belajar  giat jika menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya jika akan mendapat ulangan dari guru A, tidak mau belajar giat atau bahkan mungkin tidak mau belajar sama sekali.
Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).[2] Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah.
                  0,0  ______________________ 1,0
                  Sukar                                      mudah
Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (p besar), singkatan dari kata “proporsi”. Dengan demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P = 0,20. Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar dari pada soal dengan P = 0,80.
Melihat besarnya bilangan indeks ini maka lebih cocok jika bukan disebut sebagai indeks kesukaran tetapi indeks kemudahan  atau indeks fasilitas, karena


[1] Suharsimi Arikunto, Op Cit, h. 207
[2] Suharsimi Arikunto, Op Cit, h. 207


 
semakin mudah soal itu, semakin besar pula bilangan indeksnya. Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupun semakin tinggi indeksnya menunjukan soal yang semakin mudah, tetapi tetap disebut indeks kesukaran.
Rumus mencari P,[1] yaitu:
                                     
Di mana:
P          = indeks kesukaran
B         = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS        = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Latihan:
Ada 20 siswa dengan nama kode A s.d. T yang mengajarkan tes yang terdiri dari 20 soal. Jawaban tesnya dianalisis dan jawaban tertera seperti berikut ini: (1 = jawaban betul; 0 = jawaban salah)
Tabel 1
Nama Siswa
Nomor soal
Skor Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
A
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
13
B
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
11
C
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
14
D
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
9
E
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
14
F
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
8
G
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
13
H
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
9
I
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
17
J
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
13
K
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
10
L
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
4
M
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
13
N
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
16
O
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
12
P
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
10
Q
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
9
R
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
11
S
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
14
T
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
1
10
Jumlah
10
14
4
9
15
6
16
17
3
11
10
18
20
10
8
8
12
13
13
13


[1] Suharsimi Arikunto, Op Cit, h. 208


Contoh penggunaan:
Misalnya jumlah siswa peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang. Dari 40 orang siswa tersebut 12 orang yang dapat mengerjakan soal nomor 1 dengan betul. Maka indeks kesukarannya adalah:
   
Dari tabel yang disajikan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa:
Soal nomor 1 mempunyai taraf kesukaran
-          Soal nomor 9 adalah soal yang tersukar karena hanya dapat dijawab betul oleh 2 orang
-          Soal nomor 13 adalah yang paling mudah karena seluruh siswa peserta tes dapat menjawab.
Indeks kesukarannya
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan, sebagai berikut:
-          Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
-          Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
-          Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah.[1]
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap baik, yaitu soal-soal sedang, adalah soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 sampai dengan 0,70.
Perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar, lalu tidak berarti tidak boleh digunakan. Hal ini tergantung dari penggunaannya. Jika dari pengikut yang banyak, kita menghendaki yang lulus hanya sedikit, kita ambil siswa yang paling top. Untuk ini maka lebih baik diambilkan butir-butir tes yang sukar.
Sebaliknya jika kekurangan pengikut ujian, kita pilih kan soal-soal yang mudah. Selain itu, soal yang sukar akan menambah gairah belajar bagi siswa yang pandai, sedangkan soal-soal yang terlalu mudah, akan membangkitkan semangat kepada siswa yang lemah


[1] Suharsimi Arikunto, Op Cit, h. 210

1.      Daya pembeda soal
Menurut Suharsimi, daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai  (berkemampuan tinggi) dengan peserta didik yang bodoh (berkemampuan rendah).[1]
Menurut Anas Sudijono daya membeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan atau mendeskriminasi antara testee yang berkemampuan tinggi (pandai), dengan testee yang berkemampuan rendah (bodoh) demikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara testee yang kemampuannya rendah untuk menjawab butir item tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan betul.[2]
Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu menbedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Semakain tinggi koefisien daya pembeda butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi.[3]
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan peserta didik yang tergolong kurang atau lebih prestasinya. Artinya bila soal tersebut diberikan kepada peserta didik yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi, dan bila diberikan kepada peserta didik yang lemah, hasilnya rendah.[4]
Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut diujikan kepada peserta didik berprestasi tinggi, hasilnya rendah, dan jika diujikan kepada peserta didik yang lemah hasilnya lebih tinggi. Atau jika diberikan kepada kedua kategori peserta didik tersebut hasilnya sama saja. Oleh karena itu, tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Suatu keanehan jika peserta didik pandai tidak lulus, tetapi peserta didik bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh penilai atau di luar faktor kebetulan.


[1] Suharsimi Arikunto, Op Cit, h : 211
[2] Anas Sudijono, Op Cit, h. 385-386
[3] Zainal Arifin, Evaluasi Pebelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011) h. 273
[4] Nana Sudjana, Op Cit. h. 141


Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negative (-), tetapi pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukan kualitas testee. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.[1]
Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:
                                      -1,00                            0,0                           1,00
                              Daya pembeda               Daya pembeda                Daya pembeda  
                                   negative                          rendah                             tinggi

Bagi soal yang dapat dijawab benar oleh peserta didik pandai maupun bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak ada daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun bodoh dapat menjawab dengan benar. Soal tersebut tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai-pandai saja.
Untuk menghitung indeks pembeda pengikut tes dikelompokkan yaitu: kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).
Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah,  tetapi kelompok bawah menjawab betul, maka nilainya D nya -1,00. Tetapi jika kelompok atas dan kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D 0,00. Karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.
Cara menentukan daya pembeda (nilai D) berbeda antara kelompok kecil (kurang dari 100 orang) dengan kelompok besar (100 orang ke atas)[2].
1.      Untuk kelompok kecil.
Seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.


[1] Darwyan Syah dkk, Op Cit, h. 152-153
[2] Suharsimi Arikunto, Op Cit, h. 212


Contoh:
Siswa
Skor
Keterangan
A
B
C
D
E
9
8
7
7
6


Kelompok atas (JA)

A
B
C
D
E
5
5
4
4
3


Kelompok bawah (JB)

Seluruh peserta tes, dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi 2 (dua).

1.      Untuk kelompok besar
Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27% terbawah sebagai kelompok bawah (JB).
Contoh:  








10 komentar:

  1. boleh minta file lengkapnya, kalo boleh tlg dikirimkan ke email ini: n.rinarta@gmail.com.
    sebagai bahan blajar.
    terima kasih

    BalasHapus
  2. Boleh minta File lengkapnya juga gak? email saya @dezyzaleh97@gmail.com. Makasih.

    BalasHapus
  3. Saya butuh makalah ini, apa bisa di bantu berikan file yang lengkap, kalau bisa tolong kirim bantu untuk email. Alibluek123@gmail.com

    BalasHapus
  4. boleh minta file lengkanp nya gak? kalu bisa tolong kirim ke email lukmanbarker@gmail.com

    BalasHapus
  5. boleh minta file lengkapnya tolong dikirim ke email sitifazriah58@gmail.com
    terimakasih...

    BalasHapus
  6. maaf sebelumnya ,,,Saya butuh makalah ini, apa bisa di bantu berikan file yang lengkap, kalau bisa tolong bantu kirim untuk email. Ustadzropi92@gmail.com

    BalasHapus
  7. Boleh minta file ini tidak ?
    Kalau boleh tolong kirim ke akmalulmirah@gmail.com
    Terima kasih

    BalasHapus
  8. Selamat sore. Saya mahasiswa Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi Jakarta
    jika berkenan, apakah saya boleh meminta file lengkapnya untuh bahan belajar?
    Tolong dikirimkan ke emal aninnadiyah@gmail.com

    Terima kasih.

    BalasHapus
  9. Play at Play at Play at Play at Play at Play at Play at Play at
    Play at Play 저녁메뉴추천룰렛 at Play 188 벳 at Play at Play at 홀덤 용어 Play at Play at Play at Casino Sites · Wildz Casino · Leo Vegas Casino · BetUS Casino · Bovada Casino bet365 es · Leo Vegas 게임 사

    BalasHapus
  10. The Most Iconic Video Slots On The Planet - Jancasino
    The most iconic 바카라 사이트 video slot 출장안마 is the jancasino 7,800-calibre slot machine called Sweet Bonanza. This slot machine was developed in 2011, poormansguidetocasinogambling developed kadangpintar in the same studio by

    BalasHapus